Kegebuk Kehidupan

Bayangin lo lagi tidur nyenyak-nyenyaknya, amigdala lo dalam kedaan rest-mode, lagu-nya Taylor Swift yang berjudul Safe and Sound cocok banget menggambarkan kepulasan tidur lo.

Tiba-tiba out of nowhere lo digebukin. Secepat-cepatnya lo bisa sadar sepenuhnya, tubuh lo udah babak belur, udah terlalu memar untuk kemudian bisa kabur atau membela diri.

Hiperbola asfucc, tapi thats somehow yang Gue rasakan dengan kehidupan belakangan.

Kek, dulu hidup terasa sangat menjanjikan, ketika masih dilihat dari sudut pandang manusia baru puber yang masih mengira tenggorokannya terkena serak dan akan sembuh dalam seminggu.

Mimpi-mimpi yang menggantung di langit-langit angkasa menjadi berdebu. Terhalang kenyataan bahwa ada langit-langit rumah yang membatasi diri untuk bisa menembus atap dan terbang ke langit.

Dulu pas kecil dinasehatin orang-orang dewasa :

“bermimpilah setinggi-tingginya”

Terus gue pas kecil, be like : “oh okay gas ngeng

Gedenya, malah phobia ketinggian. Makanya ga jadi deh cita-cita tinggi-tinggi. Kalo ditanya kenapa, ya jawabannya :
“Maap ya gw fobia ketinggian, takut gemetar..”

Padahal, diluar fobia ketinggian atau fobia-fobia lain yang terdengar fancy, di kehidupan dewasa ini, gue lebih fobia gak bisa bayar cicilan bulan depan.

Segala bentuk paylater ini sebenarnya lebih pantas disebut crylater.. karena oke, baik, kita ga usah boncos sekarang.. We be like : “ini masalah gue di masa depan, pity you, future me T.T”. Dan ketika waktunya bayar cicilan, kita berharap air mata kita bisa jadi mutiara kek putri duyung.

Ada banyak masalah di kehidupan ini. Sering sekali masalah-masalah ini terlihat sepele ketika dilihat orang lain, atau setelah kita lewati dan kita coba ingat dari masa depan. Namun, ketika masalah itu sedang on going..


Mencoba melewati hari dan berharap semoga esok, masalah ini akan selesai. Tapi begitulah yang namanya hidup, bila zaman dulu manusia bertahan hidup dengan kehidupan alam liar, maka sekarang ini kita pun punya masalah generasi tersendiri.

Hampir semuanya bercokol di mental. Seperti film The Kingsman : The Secret Service yang plotnya tentang brainwashing massal dengan sinyal handphone. Ga seekstrim itu, tapi sebenarnya itu yang terjadi saat ini dengan media sosial. Pelan tapi pasti, segala informasi yang mengalir dari gawai di tangan kita, masuk ke otak dan membentuk pola pikir kita.

Media sosial bertemu dengan tabiat manusia yang kerap kali menunjukkan atau bahkan mempoles kehidupannya agar terlihat sangat baik, kemudian memamerkannya. Tanpa disadari, kita menjadi terbiasa melihat kehidupan orang baik-baik saja dan kemudian menjadi sedih ketika membandingkannya dengan kehidupan kita sendiri.

But again, dari zaman Adam hingga zaman meta saat ini, bertahan hidup adalah pekerjaan rumah abadi yang diemban manusia. Semakin dewasa, gue semakin sadar bahwa bertahan hidup bukan sesederhana hal mengisi perut.

Seperti piramida kebutuhan yang digagaskan Maslow, aktualisasi diri sejatinya bisa tercapai ketika kebutuhan dasar dan kebutuhan psikologi telah terpenuhi. Thats why ketika Gue berkecamuk dengan perasaan seperti merasa mediocre dalam menjalani kehidupan, merasa kurang prestasi dan gagal dalam banyak hal.. Im always trying to slap myself to remind me that : bahwa untuk mengkhawatirkan hal-hal seperti itu pun termasuk privilige. Yap, untuk bisa menjadi kuatir akan sesuatu hal pun adalah sebuah keistimewaan. Karena bisa mencemaskan hal-hal terkait self achievement, itu menandakan bahwa Gue sudah gak pusing lagi perihal mau makan apa hari ini, apa yang harus Gue pakai, dan dimana Gue harus berteduh bila hari ini turun hujan.

Terdengar klise, tapi lagi-lagi, obat dari insecurity dan overthinking adalah bersyukur.

Namun kan bersyukur ga segampang klik kanan, pilih bersyukur. YA KAN ??

Bagi Gue, bersyukur bisa muncul dari kesadaran. Itu bukan sesuatu kegiatan yang bisa dibuat-buat. Namun seringnya ketika masalah sedang terjadi, pikiran dipenuhi dengan ketakutan, dan berujung pada kondisi di mana tidak ada ruang untuk kita bisa melihat hal-hal yang kita miliki. Mustahil untuk sadar ketika kita tenggelam dalam upaya tetap bisa bernafas di keadaan yang membuat kita terdesak.

Anyway, thats why kita butuh mengerti our self defense mechanism. Mekanisme atau cara-cara apa yang ampuh bagi hidup kita. Memiliki hobi, kesukaan dan komunitas adalah alasan-alasan kecil yang membuat kita bertahan hidup. Adanya hal-hal itu seperti kunang-kunang kecil yang memberikan kita secercah harapan di malam-malam gelap kita.

Even tho, tulisan ini Gue awali dengan nge-rant menjurus ke tantrum ke kehidupan, but i end up dengan kembali sadar, hari-hari buruk akan berlalu, dan hari-hari baik punya waktunya tersendiri. Gak ada yang abadi, hidup Gue, masalah Gue, kebahagiaan Gue, kesedihan Gue.. Semuanya fana. Tapi lantas tidak berarti tidak berharga. Gue berharap semoga di hari-hari depan, Gue semakin jago dalam memaknai hari, menerima kenyataan dan menjalani kehidupan dan segala peliknya.

Btw, c u on next post ^^

#6 Jangan Lupa Cuci Muka

Yep, thats how bad thoughts work. Pikiran buruk membuat kita melupakan berbagai hal-hal baik yang kita miliki saat ini.

Pernah dengar gak istilah Happy Amygdala ?

Gue harap sih engga ya, biar kayaknya gak sia-sia gitu lo baca tulisan ini. Dan biar pembuka tulisan ini terlihat cerdas gitu.

Akakaka, and yep, thats how u ruined ur own ‘terlihat-pintar’ writing.

Yes, Amigdala bukanlah jenis makanan, melainkan adalah bagian otak. Yang setelah Gue pikir, well ofc it’s such a food if you’re a zombie, right ?

Lanjutkan membaca “#6 Jangan Lupa Cuci Muka”

#1 Kita Tidak Perlu Menjelaskan Semuanya ke Semua orang.

“Bahagiain orang-orang yang kebahagiaannya membuat lo juga bahagia.”

Mungkin benar, kalau kata kebanyakan orang saat ini. Bahwa generasi menua lebih cepat saat-saat ini.

Anak SD udah mulai asik cinta-cintaan

Anak SMP udah heboh aja mau nikah.

Anak SMA lagi udah mau punya anak.

Astaga, stereotip-ish banget gue saat ini. T.T #SorryNotSorry

Tapi ga bisa dipungkiri. Mobilitas yang serba cepat, pun membawa kita menua lebih cepat. Untung ada pounds-age-macarel *etdah malah ngiklan :(*

Makanya, ga heran juga, Quarter Life Crisis yang seharusnya datang di umur mendekat 25-an, sudah menyerang orang-orang di usia 20-an (termasuk gue).

Bila kamu belum berumur 20 atau mendekati, here this, my fren :

get the fork out of this post !!

your be<3d blogger

kelen masih terlalu polos untuk dunia yang kejam ini 😥

dan buat yang 20-an, dan merasa bingung apa itu Quarter Life Crisis, untuk mempersingkat bacot, here this, my fren :

10 Signs You Are Having A Quarter-Life Crisis (link buat kamu yang jaksel-ish)

Ini 9 Tanda Quarter Life Crisis (buat kamu yang so fairy earth)

Baca salah satu postingan di atas dengan cepat, baca poinnya, ga usah baca keterangannya lama-lama, please, ntar lo keenakan terus gajadi nerusin baca ini post.

HAHAHA.

Setelah lo ngeh lo lagi mengalami A Quarter Life Crisis , silakeun lanjutin membaca.

Bila sebelum ini lo belum mengalami, tapi setelah membaca postingan tadi lo jadi kepikiran dan mulai merasa mengikuti krisis ini,

WELL, CONGRATS

Itu kenapa gue menulis postingan ini. Bahwa di tengah krisis 1/4 abad ini, ada pelajaran-pelajaran yang didapat dan helpfull banget buat ngebuat hidup lebih nyaman.

Lanjutkan membaca “#1 Kita Tidak Perlu Menjelaskan Semuanya ke Semua orang.”